KDK II
(Resusitasi Jantung Paru Pada Orang Dewasa)
DISUSUN OLEH :
1.FARIDA
2.GITA HARDIANTI
3.IKE LESTARI GULTOM
4.MONICA MELIYANI
PUTRI
5.YENNY IMELVA
6.YOANANDA PUTRI ANDHINI
KELAS : D
IV KEBIDANAN 0 TAHUN
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN
BENGKULU
JURUSAN KEBIDANAN
T.A 2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan
Karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah KDK II. Penulis
berterima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penulis dalam
penyelesaian makalah ini. Hingga tersusun makalah yang sampai dihadapan pembaca
pada saat ini.
Penulis juga
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Karena itu sangat
diharapkan bagi pembaca untuk menyampaikan saran atau kritik yang membangun
demi tercapainya makalah yang lebih baik.
Bengkulu, Mei 2014
Penulis
A.
Pengertian Resusitasi Jantung Paru
Resusitasi jantung paru adalah suatu
tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk
dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis.
Resusitasi jantung paru (RJP),j atau juga dikenal
dengan cardio pulmonier resusitation (CPR), merupakan gabungan antara pijat
jantung dan pernafasan buatan. Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami
henti jantung dan nafas, tetapi masih hidup.
Komplikasi dari teknik ini adalah pendarahan hebat.
Jika korban mengalami pendarahan hebat, maka pelaksanaan RJP akan memperbanyak
darah yang keluar sehingga kemungkinan korban meninggal dunia lebih besar.
Namun, jika korban tidak segera diberi RJP, korban juga akan meninggal dunia.
RJP harus segera dilakukan dalam 4-6 menit setelah
ditemukan telah terjadi henti nafas dan henti jantung untuk mencegah kerusakan
sel-sel otak dan lain-lain. Jika penderita ditemukan bernafas namun tidak sadar
maka posisikan dalm keadaan mantap agar jalan nafas tetap bebas dan sekret dapat
keluar dengan sendirinya.
Mati
Klinik
RJP
Mati Biologik
( Reversibel
) 4-6
menit ( Ireversibel
)
Keterangan:
1. Mati Klinis
Tidak ditemukan adanya pernapasan
dan denyut nadi, bersifat reversibel, penderita punya kesempatan waktu 4-6
menit untuk dilakukan resusitasi tanpa kerusakan otak.
2. Mati Biologis
Biasanya terjadi dalam waktu 8-10
menit dari henti jantung, dimulai dengan kematian sel otak, bersifat
irreversibel. (kecuali berada di suhu yang ekstrim dingin, pernah dilaporkan
melakukan resusitasi selama 1 jam/ lebih dan berhasil).
Catatan:
Pada korban yang sudah tidak ada refleks mata dan
terjadi kerusakan batang otak tidak perlu dilakukan RJP.
B.
Indikasi Melakukan RJP
1.
Henti Napas (Apneu)
Dapat disebabkan oleh sumbatan jalan
napas atau akibat depresi pernapasan baik di sentral maupun perifer.
Berkurangnya oksigen di dalam tubuh akan memberikan suatu keadaan yang disebut
hipoksia. Frekuensi napas akan lebih cepat dari pada keadaan normal. Bila
perlangsungannya lama akan memberikan kelelahan pada otot-otot pernapasan.
Kelelahan otot-otot napas akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sisa-sisa
pembakaran berupa gas CO2, kemudian mempengaruhi SSP dengan menekan pusat
napas. Keadaan inilah yang dikenal sebagai henti nafas.
2.
Henti Jantung (Cardiac Arrest)
Otot jantung juga membutuhkan
oksigen untuk berkontraksi agar darah dapat dipompa keluar dari jantung ke
seluruh tubuh. Dengan berhentinya napas, maka oksigen akan tidak ada sama
sekali di dalam tubuh sehingga jantung tidak dapat berkontraksi dan akibatnya
henti jantung (cardiac arrest).
C.
Langkah Sebelum Memulai Resusitasi
Jantung Paru (RJP)
1.
Penentuan Tingkat Kesadaran ( Respon Korban )
Dilakukan dengan menggoyangkan
korban. Bila korban menjawab, maka ABC dalam keadaan baik. Dan bila tidak ada
respon, maka perlu ditindaki segera.
2.
Memanggil bantuan (call for help)
Bila petugas hanya seorang diri,
jangan memulai RJP sebelum memanggil bantuan.
3.
Posisikan Korban
Korban harus dalam keadaan
terlentang pada dasar yang keras (lantai, long board). Bila dalam keadaan
telungkup, korban dibalikkan. Bila dalam keadaan trauma, pembalikan dilakukan
dengan ”Log Roll”
4.
Posisi Penolong
Korban
di lantai, penolong berlutut di sisi kanan korban .
5.
Pemeriksaan Pernafasan
Yang pertama harus selalu dipastikan
adalah airway dalam keadaan baik.
1.
Tidak
terlihat gerakan otot napas
2.
Tidak ada
aliran udara via hidung
Dapat dilakukan dengan menggunakan teknik lihat,
dengan dan rasa, bila korban bernapas, korban tidak memerlukan RJP.
6.
Pemeriksaan Sirkulasi
1. Pada orang
dewasa tidak ada denyut nadi carotis
2. Pada bayi
dan anak kecil tidak ada denyut nadi brachialis
3. Tidak ada
tanda-tanda sirkulasi
4. Bila ada
pulsasi dan korban pernapas, napas buatan dapat dihentikan. Tetapi bila ada
pulsasi dan korban tidak bernapas, napas buatan diteruskan. Dan bila tidak ada
pulsasi, dilakukan RJP.
D.
Henti Napas
Pernapasan buatan diberikan dengan
cara :
1.
Mouth to Mouth Ventilation
Cara langsung sudah tidak dianjurkan
karena bahaya infeksi (terutama hepatitis, HIV) karena itu harus memakai
”barrier device” (alat perantara). Dengan cara ini akan dicapai
konsentrasi oksigen hanya 18 %.
a.
Tangan kiri
penolong menutup hidung korban dengan cara memijitnya dengan jari telunjuk dan
ibu jari, tangan kanan penolong menarik dagu korban ke atas.
b.
Penolong
menarik napas dalam-dalam, kemudian letakkan mulut penolong ke atas mulut korban
sampai menutupi seluruh mulut korban secara pelan-pelan sambil memperhatikan
adanya gerakan dada korban sebagai akibat dari tiupan napas penolong. Gerakan
ini menunjukkan bahwa udara yang ditiupkan oleh penolong itu masuk ke dalam
paru-paru korban.
c..
Setelah itu
angkat mulut penolong dan lepaskan jari penolong dari hidung korban. Hal ini
memberikan kesempatan pada dada korban kembali ke posisi semula.
Bahaya bagi penolong yang melakukan bantuan pernafasan
dari mulut ke mulut:
- Penyebaran penyakit
- Kontaminasi bahan kimia
- Muntahan penderita
- Penyebaran penyakit
- Kontaminasi bahan kimia
- Muntahan penderita
2.
Mouth to Stoma
Dapat dilakukan dengan membuat
Krikotiroidektomi yang kemudian dihembuskan udara melalui jalan yang telah
dibuat melalui prosedur Krikotiroidektomi tadi.
3.
Mouth to Mask ventilation
Pada cara ini, udara ditiupkan ke
dalam mulut penderita dengan bantuan face mask.
4.
Bag Valve Mask Ventilation ( Ambu Bag)
Dipakai alat yang ada bag dan mask
dengan di antaranya ada katup. Untuk mendapatkan penutupan masker yang baik,
maka sebaiknya masker dipegang satu petugas sedangkan petugas yang lain
memompa.
5.
Flow restricted Oxygen Powered Ventilation (FROP)
Pada ambulans dikenal sebagai “ OXY
– Viva “. Alat ini secara otomatis akan memberikan oksigen sesuai ukuran aliran
(flow) yang diinginkan.
Bantuan jalan napas dilakukan dengan
sebelumnya mengevaluasi jalan napas korban apakah terdapat sumbatan atau tidak.
Jika terdapat sumbatan maka hendaknya dibebaskan terlebih dahulu.
E.
Henti Jantung
RJP dapat dilakukan oleh satu orang
penolong atau dua orang penolong.
Lokasi titik tumpu kompresi.
1. 1/3 distal sternum
atau 2 jari proksimal Proc. Xiphoideus
2. Jari tengah tangan
kanan diletakkan di Proc. Xiphoideus, sedangkan jari telunjuk mengikuti
3. Tempatkan tumit
tangan di atas jari telunjuk tersebut
4. Tumit tangan satunya
diletakkan di atas tangan yang sudah berada tepat di titik pijat jantung
5. Jari-jari tangan
dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada korban
F.
Teknik Resusitasi Jantung Paru
(Kompresi)
1.
Kedua lengan lurus dan tegak lurus pada sternum
2.
Tekan ke bawah sedalam 4-5 cm
a.
Tekanan tidak terlalu kuat
b.
Tidak menyentak
c.
Tidak bergeser / berubah tempat
3.
Kompresi ritmik 100 kali / menit ( 2 pijatan / detik )
4.
Fase pijitan dan relaksasi sama ( 1 : 1)
5.
Rasio pijat dan napas 30 : 2 (15 kali kompresi : 2 kali hembusan napas)
6.
Setelah empat siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi
G.
Resusitasi Jantung Paru Pada Bayi,
Anak dan Dewasa
Resusitasi Jantung Pada Bayi dan Anak
Hal yang
harus diperhatikan jika RJP pada bayi dan anak:
1.
Saluran Pernapasan (Airway =A)
Hati-hatilah dalam memengang bayi sehingga Anda tidak
mendongakkan kepala bayi dengan berlebihan. Leher bayi masih terlalu lunak
sehingga dongakan yang kuat justru bisa menutup saluran pernapasan.
2.
Pernapasan (Breathing = B)
Pada bayi yang tidak bernapas, jangan meneoba menjepit
hidungnya. Tutupi mulut dan hidungnya dengan mulut Anda lalu hembuskan dengan
perlahan (1 hingga 1,5 detik/napas) dengan menggunakan volume yang eukup untuk
membuat dadanya mengembang. Pada anak kecil, jepit hidungnya, tutupi mulutnya,
dan berikan hembusan seperti pada bayi.
3. Peredaran Darah (Circulation = C)
Pemeriksaan Denyut:
Pada bayi, untuk menentukan ada atau tidaknya denyut
nadi adalah dengan meraba bagian dalam dari lengan atas pad a bagian tengah
antara siku dan bahu. Pemeriksaan denyut pada anak keeiL sarna dengan orang
dewasa.
1.
Resusitasi jantung paru pada bayi ( < 1 tahun)
a.
2 – 3 jari atau kedua ibu jari
b.
Titik kompresi pada garis yang menghubungkan kedua papilla mammae
c.
Kompresi ritmik 5 pijatan / 3 detik atau kurang lebih 100 kali per menit
d.
Rasio pijat : napas 15 : 2
e.
Setelah tiga siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi
2. Resusitasi Jantung paru pada anak-anak (
1-8 tahun)
a. Satu telapak
tangan
b. Titik kompresi pada
satu jari di atas Proc. Xiphoideus
c. Kompresi ritmik
5 pijatan / 3 detik atau kurang lebih 100 kali per menit
d. Rasio pijat : napas
30 : 2
e. Setelah tiga
siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi
H.
Bantuan Hidup Dasar
Jika
pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini terdapat gangguan
tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas dan atau tidak ada nadi,
maka penolong harus segera melakukan tindakan yang dinamakan dengan istilah
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD).
Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara
sederhana yang dapat membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara.
Beberapa cara sederhana tersebut adalah bagaimana menguasai dan membebaskan
jalan nafas, bagaimana memberikan bantuan penafasan dan bagaimana membantu
mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh korban, sehingga pasokan
oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya sel otak.
Untuk memudahkan pelaksanaannya maka
digunakan akronim A- B - C yang berlaku universal.
A = Airway control atau penguasaan jalan nafas
B =
Breathing Support atau bantuan pernafasan
C =
Circulatory Support atau bantuan sirkulasi lebih dikenal dengan Pijatan Jantung
Luar dan menghentikan perdarahan besar
Setiap tahap ABC pada RJP diawali
dengan fase penilaian : penilaian respons, pernafasan dan nadi.
- Penilaian respons.
Setelah memastikan keadaan aman (penilaian
korban bag. 1), maka penolong yang tiba ditempat kejadian harus segera
melakukan penilaian dini (penilaian korban bag. 2). Lakukan penilaian respons
dengan cara menepuk bahu korban dan tanyakan dengan suara lantang.
- Aktifkan sistem SPGDT
Di beberapa daerah yang Sistem Penanganan Gawat
Darurat Terpadunya sudah berjalan dengan baik, penolong dapat meminta bantuan
dengan nomor akses yang ada. Bila penolong adalah tim dari sistem SPGDT maka tidak
perlu mengaktifkan sistem tersebut. Prinsipnya adalah saat menentukan korban
tidak respons maka ini harus dilaporkan untuk memperoleh bantuan.
Bantuan hidup dasar
terdiri dari beberapa cara sederhana, yaitu:
Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti
berdenyut maka pernafasan akan langsung mengikutinya, namun keadaan ini tidak
berlaku sebaliknya. Seseorang mungkin hanya mengalami kegagalan
pernafasan dengan jantung masih berdenyut, akan tetapi dalam waktu singkat akan
diikuti henti jantung karena kekurangan oksigen.
1.
Airway
(jalan nafas)
Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya
pembukaan jalan nafas. Caranya ialah segera menekuk kepala korban ke belakang
sejauh mungkin, posisi terlentang kadang-kadang sudah cukup menolong karena sumbatan
anatomis akibat lidah jatuh ke belakang dapat dihilangkan. Kepala harus
dipertahankan dalam posisi ini.
Bila
tindakan ini tidak menolong, maka rahang bawah ditarik ke depan.
Caranya
ialah,
- Tarik mendibula ke depan dengan ibu jari sambil,
- Mendorong kepala ke belakang dan kemudian,
- Buka rahang bawah untuk memudahkan bernafas
melalui mulut atau hidung.
- Penarikan rahang bawah paling baik dilakukan bila
penolong berada pada bagian puncak kepala korban. Bila korban tidak mau
bernafas spontan, penolong harus pindah ke samping korban untuk segera
melakukan pernafasan buatan mulut ke mulut atau mulut ke hidung. (5, 6, 7)
2. Breathing (Pernafasan)
Dalam melakukan pernafasa mulut ke
mulut penolong menggunakan satu tangan di belakang leher korban sebagai
ganjalan agar kepala tetap tertarik ke belakang, tangan yang lain menutup
hidung korban (dengan ibu jari dan telunjuk) sambil turut menekan dahi korban
ke belakang. Penolong menghirup nafas dalam kemudian meniupkan udara ke dalam
mulut korban dengan kuat. Ekspirasi korban adalah secara pasif, sambil
diperhatikan gerakan dada waktu mengecil. Siklus ini diulang satu kali tiap
lima detik selama pernafasan masih belum adekuat.
Pernafasan
yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong, yaitu perhatikan :
- gerakan dada waktu membesar dan mengecil
- merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru
korban waktu mengembang
- dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu
ekspirasi.
- Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh,
tanpa menunggu paru korban mengecil sampai batas habis. (5)
3. Circulation (Sirkulasi buatan)
Sering disebut juga dengan Kompresi
Jantung Luar (KJL). Henti jantung (cardiac arrest) ialah hentinya jantung dan
peredaran darah secara tiba-tiba, pada seseorang yang tadinya tidak apa-apa;
merupakan keadaan darurat yang paling gawat.
Sebab-sebab henti jantung :
- Afiksi dan hipoksi
- Serangan jantung
- Syok listrik
- Obat-obatan
- Reaksi sensitifitas
- Kateterasi jantung
- Anestesi. (5)
Untuk mencegah mati biologi
(serebral death), pertolongan harus diberikan dalam 3 atau 4 menit setelah
hilangnya sirkulasi. Bila terjadi henti jantung yang tidak terduga, maka
langkah-langkah ABC dari tunjangan hidup dasar harus segera dilakukan, termasuk
pernafasan dan sirkulasi buatan.
Henti jantung diketahui dari :
- Hilangnya denyut nadi pada arteri besar
- Korban tidak sadar
- Korban tampak seperti mati
- Hilangnya gerakan bernafas atau megap-megap.
Pada henti jantung yang tidak
diketahui, penolong pertama-tama membuka jalan nafas dengan menarik kepala ke
belakang. Bila korban tidak bernafas, segera tiup paru korban 3-5 kali lalu
raba denyut a. carotis. Perabaan a. carotis lebih dianjurkan karena : (5)
- Penolong sudah berada di daerah kepala korban untuk
melakukan pernafasan buatan
- Daerah leher biasanya terbuka, tidak perlu
melepas pakaian korban
- Arteri karotis adalah sentral dan kadang-kadang
masih berdenyut sekalipun daerah perifer lainnya tidak teraba lagi.
Bila teraba kembali denyut nadi,
teruskan ventilasi. Bila denyut nadi hilang atau diragukan, maka ini adalah
indikasi untuk memulai sirkulasi buatan dengan kompresi jantung luar. Kompresi
jantung luar harus disertai dengan pernafasan buatan. ( 5, 7)
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan ABC
RJP tersebut adalah,
- RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan
alasan apapun
- Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang
lebih baik, kecuali bila ia sudah stabil
- Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung
tulang dada, karena dapat berakibat robeknya hati
- Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas
tekanan tetapi melekat pada sternum, jari-jari jangan menekan iga korban
- Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus
lembut, teratur dan tidak terputus
- Perhatikan komplikasi yang mungkin karena RJP.
(5)
ABC RJP dilakukan pada korban yang mengalami henti
jantung dapat memberi kemungkinan beberapa hasil,
- Korban menjadi sadar kembali
- Korban dinyatakan mati, ini dapat disebabkan
karena pertolongan RJP yang terlambat diberikan atau pertolongan tak
terlambat tetapi tidak betul pelaksanaannya.
- Korban belum dinyatakan mati dan belum timbul
denyut jantung spontan. Dalam hal sini perlu diberi pertolongan lebih
lanjut yaitu bantuan hidup lanjut (BHL). (4)
I.
Bantuan Hidup Lanjut
1.
Drugs
Setelah penilaian terhadap hasil bantuan hidup dasar,
dapat diteruskan dengan bantuan hidup lanjut (korban dinyatakan belum mati dan
belum timbul denyut jantung spontan), maka bantuan hidup lanjut dapat diberikan
berupa obat-obatan. Obat-obatan tersebut dibagi dalam 2 golongan yaitu,
a. Penting,
yaitu :
·
Adrenalin
·
Natrium
bikarbonat
·
Sulfat
Atropin
·
Lidokain
b. Berguna,
yaitu :
·
Isoproterenol
·
Propanolol
·
Kortikosteroid.
(5)
·
Natrium
bikarbonat
Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv
dengan dosis awal : 1 mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah
selama periode 10 menit. Dapat juga diberikan intrakardial, begitu sirkulasi
spontan yang efektif tercapai, pemberian harus dihentikan karena bisa terjadi
metabolik alkalosis, takhiaritmia dan hiperosmolalitas. Bila belum ada
sirkulasi yang efektif maka ulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama.
2.
Adrenalin
Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta,
dosis yang diberikan 0,5 – 1 mg iv diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan dan
yang perlu diperhatikan dapat meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi,
fibrilasi ventrikel.
3.
Lidokain
Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek
antiaritmia dengan cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel
selama diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari
kontraktilitas miokard, tekanan arteri sistemik, atau periode refrakter
absolut. Obat ini terutama efektif menekan iritabilitas sehingga mencegah kembalinya
fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol
denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal dan episode takhikardi ventrikel.
Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila
perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya tidak
lebih dari 4 mg.menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml).
4.
Sulfat Artopin
Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi
atrioventrikuler dan mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi.
Paling berguna dalam mencegah “arrest” pada keadaan sinus bradikardi sekunder
karena infark miokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis yang dianjurkan ½ mg,
diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai
denyut nadi > 60 /menit, dosis total tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada
blok atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar.
5.
Isoproterenol
Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera
(bradikardi hebat karena complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan
jumlah 2 sampai 20 mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5
%), dan diatur untuk meninggikan denyut jantung sampai kira-kira 60 kali/menit.
Juga berguna untuk sinus bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi dengan
Atropine.
6.
Propranolol
Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti
aritmianya terbukti berguna untuk kasus-kasus takhikardi ventrikel yang
berulang atau fibrilasi ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat
diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang sampai
total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.
7.
Kortikosteroid
Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5
mg/kgBB methyl prednisolon sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone
fosfat) untuk pengobatan syok kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung.
Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti jantung, 60-100 mg methyl
prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan menguntungkan. Bila ada komplikasi
paru seperti pneumonia post aspirasi, maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg
tiap 6 jam.